Laman

Selasa, 27 Desember 2011

TATA CARA SHOLAT DALAM PERJALANAN (MUSAFIR)

Dalam bepergian, ada beberapa keringanan (rukhsah) dalam beribadah yang diberikan oleh agama kita untuk meringankan dan memudahkan pelaksanaannya. Salah satu keringanan tersebut adalah pelaksanan ibadah sholat dengan cara qashar (dipendekkan) dan dengan cara jamak (menggabung dua sholat dalam satau waktu). Dengan demikian pelaksanaan sholat dalam perjalanan, atau disebut "sholatus safar", dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut :
1. Itmam, atau sempurna yaitu dilakukan seperti biasanya saat dirumah.
2. Qashar, yaitu sholat yang semestinya empat rakaat diringkas atau dipendekkan menjadi dua roka'at.
3. Jama', yaitu mengumpulkan dua sholat, Dhuhur dengan Ashar atau Maghrib dengan Isya', dalam salah satu waktunya.
SEMPURNA ATAU QASHAR?Para ulama berbeda pendapat mengenai manakah yang lebih utama dalam melaksanakan sholat saat bepergian, apakah dengan sempurnaya seperti biasa ataukah dengan qashar.
Pendapat pertama mengatakan qashar shalat saat bepergian hukumnya wajib. Pendapat ini diikuti mazhab Hanafiyah, Shaukani, Ibnu Hazm dan dari ulama kontemporer Albani. Bahkan Hamad bin Abi Sulaiman mengatakan barangsiapa melakukan sholat 4 rakaat saat bepergian, maka ia harus mengulanginya. Imam Malik juga diriwayatkan mengatakan mereka yang tidak melakukan qashar harus mengulangi sholatnya selama masih dalam waktu sholat tersebut.Pendapat ini menyandar kepada dalil hadist riwayat Aisyah r.a. berkata:"Pada saat pertama kali diwajibkan shalat adalah dua rakaat, kemudian itu ditetapkan pada shalat bepergian, dan untuk sholat biasa disempurnakan" (Bukhari Muslim). Dalil ini juga diperkuat oleh riwayat Ibnu Umar r.a. beliau berkata:"Aku menemani Rasulullah s.a.w. dalam bepergian, beliau tidak pernah sholat lebih dari dua rakaat sampai beliau dipanggil Allah" (Bukhari Muslim).Dalil lain dari pendapat ini adalah riwayat Ibnu Abbas r.a. juga pernah berkata:"Sesungguhnya Allah telah mewajibkan sholat melalui lisan Nabi kalian s.a.w. bahwa untuk orang bepergian dua rakaat, untuk orang yang menetap empat rakaat dan dalam keadaan ketakutan satu rakaat."(H.R. Muslim).
Pendapat kedua mengatakan bahwa melakukan sholat dengan cara qashar saat bepergian hukumnya sunnah. Pendapat ini diikuti oleh mazhab Syafii dan Hanbali dan mayoritas ulama berbagai mazhab.Dalil pendapat ini adalah ayat al-Qur'an:"(Annisa:101)."Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu." Ayat ini dengan jelas menyatakan "tidak mengapa" yang berarti tidak keharusan.Dalil tersebut juga diperkuat oleh riwayat dari beberapa orang sahabat yang melakukan sholat sempurna pada saat bepergian. Sekiranya qashar wajib, tentu tidak akan ada seorang sahabat yang meninggakannya. Beberapa sahabat yang diriwayatkan tidak melakukan qashar saat bepergian adalah Usman, Aisyah dan Saad bin Abi Waqqas r.a..Dalil lain adalah bahwa tatkala seorang musafir bermakmum dengan orang yang mukim, maka wajib baginya menyempurnakan sholat mengikuti tata cara shalat imam yang mukim. Imam Syafii mengatakan telah terjadi konsensus (Ijma') ulama mengenai hal tersebut. Seandainya sholat musafir wajib qashar dan dua rakaat maka tentu sholatnya musafir tadi tidak sah karena melebihi dua rakaat. Ini menunjukan bahwa qashar bukan keharusan, tetapi anjuran atau sunnah.
Pendapat ketiga mengatakan bahwa makruh hukumnya menyempurnakan sholat saat bepergian dan sangat disunnahkan untuk melakukan qashar. Alasannya, bahwa qashar merupakan kebiasaan Rasulullah s.a.w. dan merupakan sunnah, meninggakan sunnah merupakan perkara makruh. Rasulullah s.a.w. juga mengatakan dalam sebuah hadist yang sangat masyhur:" Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihatku melakukannya sholat".

CARA SHOLAT QASHAR
Pelaksanaan sholat qashar sama seperti sholat biasa, hanya saja, sholat yang semestinya empat roka'at yaitu dhuhur, ashar, dan isya', di ringkas menjadi dua roka'at dengan niat qashar pada waktu takbirotul ihram.Contoh lafadz niat qashar : Usholli fardlod-dhuhri rok'ataini qoshron lillahi ta'ala.Artinya : saya niat sholat dhuhur dengan diqashar dua roka'at karena Allah.

SYARAT-SYARAT QASHAR
Orang yang sedang bepergian (musafir), diperbolehkan melakukan sholat dengan qashar, apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Bukan bepergian maksiat, seperti bepergian dengan tujuan mencuri, dan lain-lain.
2. Jarak yang akan ditempuh, sedikitnya berjarak kurang lebih 80,64 km. Muslim sahaat Anas bin Malik r.a. berkata: Rasulullah s.a.w. ketika bepergian sejauh tiga mil atau tiga farsakh, beliau melakukan shalat dua rakaat.Hadist lain meriwayatkan Rasulullah s.a.w bersabda:"Wahai penduduk Makkah, janganlah kalian melakkan qashar pada perjalanan kurang dari empat bard, yaitu dari Makkah ke Usfan". (H.r. Dar Quthni dari Ibnu Abbas. Hadist ini juga diriwayatkan sebagai statemen Ibu Abbas).Para ulama pada zaman dahulu memperkirakan jarak tersebut dengan durasi perjalanan selama dua hari menggunakan kuda atau onta. Dan para ulama sekarang memperkirakan sejauh 80,64 km atau dibulatkan 80 km. perbedaan kurang atau lebih sedikit tidak masalah karena al-Qur'an tidak secara jelas memberikan batasan jarak dan hadist-hadist dan perhitungan jarak mil dan farsakh versi lama masih mengalami perbedaan. Imam Syafii sangat ketat memberlakukan hitungan tersebut, yakni harus melebih minimal 80,6 km tidak boleh kurang
3. Mengetahui hukum diperbolehkannya qashar.
4. Sholat yang di qashar berupa sholat empat roka'at. Yakni Dhuhur, Ashar dan Isya'
5. Niat qashar pada saat takbirotul ihram.
6. Tidak bermakmum/berjama'ah kepada orang yang tidak sedang melakukan qashar sholat.
7. Tidak berniat mukim untuk jangka waktu lebih dari tiga hari tiga malam di satu tempat.Para ulama berbeda pendapat mengenai berapa lama seorang musafir masih diperbolehkan melakukan qashar ketika transit di satu tempat. Mayoritas ulama dan mazhab empat kecuali Hanafi mengatakan maksimum transit yang diperbolehkan melakukan qashar adalah tiga hari. Kalau seorang musafir menetap di satu tempat telah melebihi tiga hari maka ia tidak boleh lagi melakukan qashar dan harus menyempurnakan sholat. Pendapat kedua diikuti imam Hanafi dan Sofyan al-Tsauri mengatakan maksimum waktu transit yang dipernolehkan jama' adalah 15 hari. Pendapat ketiga diikuti sebagian ulama Hanbali dan Dawud mengatakan maksimum 4 hari.

JAMA' SHOLAT (MENGGABUNG DUA SHOLAT)
Menjama' sholat adalah melakukan sholat Dhuhur dan Ashar dalam salah satu waktu kedua sholat tersebut secara berturut-turut, atau melaksanakan sholat Maghrib dan Isya' dalam salah satu waktu kedua sholat tersebut secara berturut-turut. Maka sholat dengan cara jama' ada dua macam:
1. Jama' taqdim. Yaitu mengumpulkan sholat dhuhur dan sholat ashar dalam waktu dhuhur, atau sholat maghrib dan sholat isya' dalam waktu maghrib.
2. Jama' ta'khir. Yaitu mengumpulkan sholat dhuhur dan sholat ashar dalam waktu ashar, atau sholat maghrib dan sholat isya' dalam waktu isya'.

HUKUM JAMA'
Banyak yang beranggapan bahwa jama' merupakan ketentuan yang tidak terkait dengan qashar. Sejatinya kedua cara sholat ini tidak ada kaitannya dan mempunyai ketentuan sendiri-sendiri, hanya saja sering keduanya dilaksanakan secara bersamaan. Jadi melakukan qashar sholat dan sekaligus melakukan jama'. Sholat seperti itu disebut jama' qashar.Para ulama melihat bahwa ketentuan jama' lebih longgar dibandingkan dengan qashar. Qashar boleh dilakukan pada kondisi tertentu dan sesuai aturan dan syarat di atas, tetapi jama' mempunyai ketentuan yang tidak seketat ketentuan di atas.Para ulama juga berbeda pendapat mengenai diperbolehkannya jama' sholat. Mayoritas ulama mengatakan jama' sholat hukumnya boleh dan merupakan hak musafir. Karena hukumnya boleh maka seorang musafir boleh malakukan jama' dan boleh tidak melakukannya. Melakukannya dengan keyakinan mengikuti Rasululah s.a.w. adalah kesunahan.Dalil-dalil yang menunjukkan dipebolehkannya jama' adalah antara lain:[1]. Hadist riwayat Bukhari dari Anas bin Malik r.a. belaiau berkata bahwa Rasulullah s.a.w menggabung sholat Maghrib dan Isya' pada saat bepergian.[2]. Hadist riwayat Muslim dari Muadz beliau berkata: kami bepergian bersama Rasulullah s.a.w. untuk perang Tabuk, beliau melakukan sholat Dhuhur dan Ashar secara digabung dan begitu juga dengan sholat Maghrib dan Isya'.[1] hadist Anas bin Malik r.a.: Rasulullah s.a.w. ketika bepergian sebelum matahari condong ke barat, beliau mengakhirkan sholat dhuhur di waktu ashar, lalu beliau berhenti dan sholat keduanya. Apabila beliau berangkat setelah masuk waktu sholat maka beliau sholat dulu lalu memulai perjalanan". (h.r. Bukhari Muslim).[2] Hadist Ibnu Umar r.a. berkata: suatu hari aku dimintai pertolongan oleh salah satu keluarganya yang tinggal jauh sehingga beliau melakukan perjalanan, beliau mengakhirkan maghrib hingga waktu isya' kemudian berhenti dan melakukan kedua sholat secara jama', kemudian beliau menceritakan bahwa itu yang dilakukan Rasulullah s.a.w. ketika menghadapi perjalanan panjang.
Kedua hadist di atas juga dijadikan landasan diperbolehkannya jama' taqdim, yaitu melakukan kedua pasangan sholat di atas dalam waktu pertama.[3]. Hadist Muadz r.a. bahwa Rasulullah s.a.w. pada waktu perang Tabuk, manakala beliau meulai perjalanan setelah Maghrib, beliau memajukan Isya' dan melaksanakannya di waktu sholat maghrib. (h.r. Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi dan beliau menghasankan hadist ini). Sebagian ulama dari kelompok ini mengatakan bahwa yang utama bagi musafir yang sedang dalam perjalanan adalah melakukan jama'. Sedangkan musafir yang melakukan transit atau stop over lebih utama melakukan sempurna. Yang jelas dengan semangat mengikti sunnah Rasulullah s.a.w. maka kita mengikuti yang paling mudah dan meringankan sejauh itu tidak dosa. Rasulullah s.a.w. tidak pernah disodori dua pilihan kecuali mengambil yang paling mudah selama itu tidak dosa, kalau itu dosa maka beliau yang paling gigih menjauhinya (h.r. Bukhari dan Muslim).
Pendapat kedua adalah yang diikuti imam Ibu Hanifah atau mazhab Hanafi mengatakan bahwa sholat jama hanya boleh dilakukan pada hari Arafah untuk para jamaah haji, yaitu jama' taqdim, dan jama' ta'kir pada malam Muzdalifah. Alasan pendapat ini bahwa riwayat-riwayat yang menceritakan waktu-waktu sholat adalah hadist mutawaatir (diriwayatkan banyak orang), sedangkan hadist yang meriwayatkan jama' selain di waktu haji adalah hadist Ahad (personal), hadist yang mutawatir tidak bisa ditinggalkan dengan hadist ahad. Pendapat ini juga melandaskan pada riwayat Ibnu Mas'ud r.a. beliau berkata: "Demi Dzat yang tidak ada tuhan lain yang menyekutuinya, Rasulullah s.a.w. tidak pernah melakukan sholat kecuali pada waktunya kecuali dua sholat, yaitu beliau melakukan jama' (taqdim) dhuhur dan ashar di Arafah dan jama' (ta'khir) maghrib dan isya di Muzdalifah" (h.r. Bukhari Muslim).

QADLA SHOLAT YANG TERTINGGAL SAAT BEPERGIAN

Apabila kita bepergian dan karena satu dan lain hal kita terpaksa meninggalkan sholat atau tidak mungkin melakukan sholat, maka kita wajib melakukan qadla atas sholat yang kita tinggalkan tersebut. Qadla artinya melakukan sholat di luar waktu seharusnya.Untuk sholat yang ditinggalkan saat bepergian jauh, qadla juga dapat dilaksanakan dengan qashar sesuai ketentuan qashar di atas, asalkan masih dalam kondisi bepergian dan belum sampai di tempat tujuan atau tempat bermukim, atau telah kembali di rumah. Maka apabila kita ingin melakukan qadla shalat yang tertinggal dalam bepergian, hendaknya melakukannya pada saat masih dalam perjalanan dan sebelum sampai di rumah, sehingga kita masih mendapatkan dispensasi melakukan qashar. Apabila kita melakukan qadla shalat yang tertinggal di perjalanan tadi telah sampai di tempat tujuan untuk bermukim lebih dari tiga hari, atau setelah kita sampai di rumah, maka kita tidak lagi mendapatkan dispensasi qashar dan harus melaksanakannya dengan sempurna. Alasannya adalah karena keringanan qashar diberikan saat bepergian dan saat itu kita bukan lagi musafir maka wajib melaksanakan sholat secara sempurna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar